Kegiatan Belajar Mengajar Merupakan sebuah kegiatan komunitas aktif dalam dunia pendidikan dimana seorang pendidik atau guru melakukan interaksi yang intens dengan peserta didiknya. kegiatan ini terjadi secara berulang-ulang tentunya. Sebuah kegiatan yang terjadi berulang-ulang tentunya mempunya goal atau tujuan yang ingin dicapai, dan untuk kegitan yang berlangsung dalam dunia pendidikan pastinya sudah jelas bahwa goal nya adalah: Guru berhasil memberikan pengajaran, pengarahan dan transfer pengetahuan sehingga terjadi perubahan yang mendasar dari peserta didik baik itu secara attitude atau tingkah laku dalam pergaulan ataupun secara perkembangan emosi peserta didik.
Untuk mencapai goal atau tujuan dari sebuah pendidikan (pengajaran) tentu tidaklah gampang. Para pendidik atau guru harus menerapkan varian method atau metode yang cukup bervariasi dan memilih salah satunya yang dianggap tepat dan mengena. Adapun beberapa metode atau pendekatan yang bisa kita lakukan adalah sebagai berikut:
1 Pendekatan Konstektual.
Pendekatan konstekstual
berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan
mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui,
mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target
penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih
diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan
strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan
siswa, bukan mengajar siswa.
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam
pembelajaran kontekstual,
guru memilih konteks pembelajaran yang
tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata dan
lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam
masyarakatnya. Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan
sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas
dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih
konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak
hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak
untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka
sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah
membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru
bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan
sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual
memiliki potensi tidak hanya untuk
mengembangkan ranah pengetahuan dan
keterampilan proses, tetapi juga untuk
mengembangkan sikap, nilai, serta
kreativitas siswa dalam memecahkan masalah
yang terkait dengan kehidupan mereka
sehari-hari melalui interaksi dengan sesama
teman, misalnya melalui pembelajaran
kooperatif, sehingga juga mengembangkan
ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut
Schaible,
Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well
(2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam
masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada
bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual
atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang
cara dalam mengatasi masalah.
1.
Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir
pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966),
Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997),
dan Nik Aziz (1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar
berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh
antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran
terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri
oleh pelajar.
Menurut teori
konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan
berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru.
Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep
dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada
seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini
dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang
juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan
analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne,
Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan
menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali
sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting
dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri
dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia
ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka
tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut
dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan
pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan
signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan
tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel
(2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan
konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan
pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.
1.
Pendekatan Deduktif – Induktif
A.
Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan
pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran.
Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran
akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya
dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
1.
Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam
pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk
memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau
dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan
pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif,
memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan
teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan
kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit
memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan
dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan
pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan
Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya
adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous
learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi
berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran
dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep.
Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1)
definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh
dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi
yang disampaikan.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya
selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan
induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya
pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis
proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran
dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal
khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah
konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan
prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa
pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau
generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus
khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan
yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus
memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut
setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif
ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada
dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode
induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika
sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara
sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat
umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000:
16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan
dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya
digunakan secara bergantian.
Pendekatan Konsep dan Proses
A.
Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan
melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran
tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa
metode siswa dibimbing untuk memahami konsep.
.
1.
Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses,
tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam
keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan,
dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan
dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut
keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar
Dalam pendekatan proses,
ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang
berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya.
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya.
2. Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990
:1)memandang STM sebagai the teaching and learning of
science in thecontext of human experience. STM dipandang
sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman
manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas, sikap
ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan
sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread
realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society,
education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian,
pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara
mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai
hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti
bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi
masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap
hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan
pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut
senada dengan pendapat NC State University (2006:
1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of
study that seeks to explore a understand the many ways that scinence and
technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape
science and technology. STM dengandemikian adalah sebuah
pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses
sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosialmempengaruhi perkembangan
sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science
Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa
pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa
perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada
aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan
konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator
dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya
pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang
ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah – langkah Ilmiah.
Sumber :
Abdul Rahim Rashid. (1998). Ilmu Sejarah:
Teori dan amalan dalam pengajaran A
dan pembelajaran
Sejarah. Kertas kerja yang dibentangkan dalam Simposium Sejarah,Universiti
Malaya, Kuala Lumpur, 30–31 Oktober.
Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung:
Penerbit
Alfabeta.
Ausubel, D. P. (1963). The psychology of meaningful verbal learning. New York:
A
Grune & Stratton Inc.
Bybee, R. W. (1993). Leadership,
responsibility and reform in science education. B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
your Comment here