Apa lagi yang harus aku tulis
lagi untuk mewakili perasaanku, wahai yang Kembang?. Lelah sudah pikirku
menghitung beban yang sangat mencekik pundaku, kegamangan untuk melangkah dan
mengambil keputusan baur melebur dalam satu wadah kekacauan dan kegalauan,
terlempar di persimpangan. Membebaniku sendirian pada kekerdilan pikir dan
nestapa harapan. Sempit menyesak tak berkesudahan. Dan aku ingin lepas.
Menerbangkan pikir dan angan angan, menjembarkan hati dan rasa, melapangkan
dada untuk menarik napas lega. Aku rindu itu.....
Seperti mengunyah akar brotowali
pahit tak berkesudahan. Letah dan getir menyatuh di ujung lidah. Kelu mengeras
dan kaku. Aku sekarang tak bisa berkata apa-apa lagi. Terkuras habis kosakata
hati atau kata hati atau nyanyi hati atau ..(akh, terlalu banyak yang hilang
dan tak kutemukan lagi). Terpanggang mengering dan mematung. Terpapar lama
sekali jasad. Karena ruang napas sekarang mulai menyempit dan menyesak.
Apa lagi yang bisa aku harap.
Karena asa telah hilang lepas, terbang menghilang dalam semak pawana rimba tak
bertuan. Aku sendirian. Mencari air mata, mendamba tangis, rupanya telaga jiwa
tak berguna lagi. Dan aku semakin kesepian.puncak. puncak melampaui batas
puncak kemampuan manusiawi.
Akh, tiba-tiba aku rindu pada
kematian.
Tak sanggup menyandang derita
mendera. Terlalu cengeng sebagai pria. Sebagai manusia. Tanpa kehendak, tanpa
irodat, tanpa upaya, tanpa pengakuan, tanpa harga diri, dan tanpa semua yang
melambangkan kekuatan sebagai laki-laki yang kodratnya berkuasa dan menguasai.
Mengapa tiba-tiba kesadaranku
hilang dan bubar. Tanpa pengertian, tak memiliki rasa, Hanya satu rasa kumiliki
sekarang,
Benci.
Benci yang memuncak, melampaui
batas nadir.
Benci pada pertemuan, pada tatapan, pada suara, pada
gurauan, pada semuanya. Pada semuanya yang menggambar dalam pupil dan retina
mata. Aku ingin sudahi semuanya, membuang racun dan bau menyengat, aura gaib
menakutkan, aku ingin lari.
Melepaskan dan membuang satu
persatu pakaian jiwa, yang menutup hati dan kebenaran. Yang menutup indah
dengan kegelapan. Yang menjerembabkan ku jatuh pada palung nista tak
berkesudahan. Nista dalam pandangan mereka. Nista dalam pandangan nya, nista
dan tak bernilai walau sebesar jarroh, pun tak ada. tak kutemukan.
Aku ingin lari.
Terbebas dari penjara hati.
Terbebas dari tali besi kekang. Terbebas dari jerat yang menyeretku terus dan
terus ke dalam lubang penderitaan. Terus dan terus menyeretku ke dalam lubang
yang tak berujung ... terus..terus dan terus.. menyeretku dan menyeretku
..terus..dan terus..
Bisakah aku lari?
Tuhan.....???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
your Comment here