Terkadang
aku ingin menyudahi semuanya. Menutup lakon yang selama ini aku perankan dengan
selubung kepura-puraan. Meroncodi semua kostum sandiwaraku dan pulang.
Terkadang aku rindu ingin kembali meraih kedamaian yang pernah aku taruh,
mengambilnya lagi.
Akh,
mengapa tiba-tiba rasa rindu itu menyeruak tak bisa jinak?
Rindu
pada suara lembut ibu, suara lembut ayah, suara lembut orang-orang terkasih
yang senantiasa menemaniku setia dalam suka. .. .dalam suka. Suara yang kini
menghilang entah kemana. Ingin rasanya memutar kembali jarum waktu dan
membawaku ke masa dimana ketika tangis tak bermakna duka, air mata
diterjemahkan dengan manja, sakit berbeda dengan luka, sengsara tak sama dengan
derita. Pilu bukan berarti iba... bukan nestapa yang mengakar lalu bercabang
ranting berbuah kesengsaraan mengunduh kekecewaan.
Terlalu
jauh untuk ku rengkuh lagi. Lelah mendayung cadik kecil tuk sampai ke tanah
harapan. Seperti tak berpengharapan. Dan aku semakin merasa kesepian. Bersamamu
aku terkubur menanti kematian.
Akh,
damai yang tak lagi aku temukan. Kemanakah gerangan kembaranmu pergi? Aku
mencari rasa nyaman yang juga menghilang. Getir semakin melekat tak bisa lepas.
Sementara jasad semakin kering terbiar dan terpapar panas matahari jiwa yang ku
cipta. Bersamamu memantik neraka.
Aku
gila dan semakin menggila.
Mencari
masa lalu ku yang pergi.
Menghilang
tak bisa aku temukan. Entah harus bagaimana dan dengan apa agar upaya terwujud
menjadi kenyataan. Apa lagi yang harus aku lakukan sekarang? Harus apa dan
bagaimana? Tak pernah aku temukan jawaban. Tak ada jawaban, selain diam.
Diam.
Diam
Diam
Dan...
Tak
mengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
your Comment here